Rahim Pengganti

Bab 178 "Sebuah Tamparan"



Bab 178 "Sebuah Tamparan"

0Bab 178      
0

17 tahun kemudian.      

Sudah berapa banyak kata terima kasih dan maaf yang terucap, untuk orang orang yang dicintai dan sudah seberapa banyak kata cinta terdengar di telinga. Sama halnya dengan Daffa dan Gina, keromantisan keduanya benar benar membuat setiap orang iri, pernikahan yang sudah menginjak hampir dua puluh tahun, banyak hal yang terjadi diantara mereka, suka dan duka dilalui bersama, sama seperti hari ini kedua putri cantik nya sudah beranjak dewasa kedua nya tumbuh menjadi sosok perempuan yang luar biasa sama seperti Gina, ibu mereka sosok yang begitu kuat bertahan meskipun banyak hal yang terjadi pada rumah tangga mereka.      

Pagi ini seperti biasa nya, Gina selalu saja riwneh dengan urusan ketiga anak nya. Terutama dengan Arka anak laki laki mereka yang super duper luar biasa, anak SMP yang baru berusia 15 tahun itu sudah sering membuat kedua orang tuanya pusing dengan tingkah lakunya yang selalu membuat Gina mengelus dadanya sabar.      

"Arka!!" panggil Gina, wanita itu terus saja memanggil nama anaknya itu, sudah sejak beberapa menit lalu Gina mencoba membangunkan Arka dengan baik baik saja namun, anak itu tetap berada di atas tempat tidurnya, padahal hari ini adalah hari pertama sekolah di tahun yang baru.      

"Kenapa bun?" tanya Gaby. Gadis manis itu baru saja keluar dari kamar nya dan sudah berjalan ke arah meja makan di mana sang buna sedang menyiapkan sarapan pagi untuk mereka. "Adik kamu itu, sulit banget di suruh bangun. Padahal ini udah jam berapa," omel Gina.      

Gaby tersenyum, gadis itu lalu membantu sang Buna untuk menyiapkan beberapa hal yang belum ada di meja namun, pergerakkan tangan Gaby dihentikan oleh Gina. "No … kamu duduk di kursi, nggak boleh melakukan apapun. Buna bisa sendiri, ingat kamu nggak boleh capek capek sayang," ucap Gina. Gaby Adnan Putri, anak dari mendiang Melody dan juga Adnan mengidap penyakit kanker darah, ternyata hal itu sudah terjadi terdeteksi saat masih di dalam kandungan hanya saja tidak diketahui. Sejak mengetahui mengenai penyakit Gaby, perubahan sikap semua orang benar benar terlihat.      

"Buna bisa sendiri kok, sayang ini udah mau selesai," lanjut Gina. Wanita itu tahu, saat dirinya mengatakan hal itu perubahan wajah Gaby terlihat dengan jelas. Anak itu tidak marah dengan apa yang diucapkan sang bunda, hanya saja Gaby kesal dengan dirinya yang tidak bisa seperti orang orang di sekitarnya.      

"Selamat pagi," sapa Daffa. Pria itu, sudah terlihat sangat tampan dengan pakaian seragamnya.      

"Pagi baba."      

"Pagi mas."      

Daffa tersenyum, bahagia ketika mendapatkan balasan dari sapaan-nya dari dua wanita yang begitu dirinya sayangi dan cintai.      

"Dhira sama Arka belum bangun?" tanya Daffa. Baru saja, Gina akan menjawab kedua anaknya itu sudah menampakkan kakinya, Gina tersenyum ke arah kedua anak nya itu. Arka dengan mudahnya bangun ketika sang kakak yang membangunkannya, berbeda jauh jika Baba atau Buna nya yang membangunkan maka seisi komplek akan mendengar suara Gina.      

"Morning Baba, Buna, kak Gaby," sapa keduanya dengan bersamaan.      

Arka lalu duduk di samping Baba nya sedangkan Dhira akan duduk di samping Arka. "Kamu kalau kak Dhira yang bangunin cepat banget buka mata nya, coba giliran Buna harus teriak teriak," ujar Gina. Arka hanya tersenyum tipis, anak laki laki Daffa dan Gina itu memang seperti ini bahkan kedua nya harus selalu bersabar dengan sikap anak nya tersebut.      

"Kalau Buna yang bangunin, nggak enak ngomelnya panjang kali lebar. Kalau kak Dhira pasti lembut jadi akunya adem gitu," balas Arka.      

"Sudah ayo makan, kalian nanti terlambat, hari ini, kan hari pertama masuk sekolah di tahun yang baru. Nanti Baba yang antar kalian," ujar Daffa.      

Mereka lalu makan bersama, Gina yang duduk di samping Gaby dengan begitu telaten melayani anak nya itu, berbeda dengan Dhira yang hanya bisa menatap dengan sendu. Gadis itu rasa nya begitu iri dengan kedekatan sang buna. Arka yang mengerti mengenai perubahan sikap sang kakak, menyenggol tangan Dhira., anak laki laki itu menampilkan senyuman bahagia ke arah sang kakak seolah mengatakan bahwa ada di samping kakak nya setiap saat, dan waktu.      

***      

 Dhira hanya diam, gadis itu sudah sangat lelah untuk selalu mengalah dalam segala hal, selama ini dirinya menganggap bahwa hal itu wajar untuk kedua orang tua nya yang selalu mengutamakan sang kakak namun, sebagai seorang anak Dhira juga menginginkan hal itu meskipun dirinya juga mendapatkan banyak limpahan kasih sayang dari semua orang yang ada di sekitarnya.      

"Hati  hati kalian ya, Gaby jangan lupa untuk selalu jaga makanan ya, Dhira kamu …."      

Brak!!      

Ucapan yang dilontarkan oleh Daffa terputus ketika, Dhira langsung keluar dari dalam mobil. Gadis itu terlalu bosan, dirinya pasti akan selalu menjaga dan mengingat semua nya namun, tidak harus diingatkan setiap saat, Gaby terdiam gadis itu sudah merasakan banyak perubahan sikap Dhira, adiknya itu yang selalu ceria sekarang lebih banyak diam, sedangkan Daffa terkejut dengan apa yang terjadi pada anak gadis nya yang selalu anggun tersebut.      

"Gaby berangkat dulu ya Ba." Daffa hanya menganggukkan kepala nya, pria itu tidak mengatakan apapun, diri nya masih syok dengan apa yang terjadi barusan. Sedangkan Arka yang masih berada di dalam mobil hanya menghela napasnya berat, "Setiap anak akan merasa iri jika, kedua orang tua nya berlaku tidak adil, dan hal itu yang dirasakan kak Dhira saat ini. Arka tahu jika kondisi kak Gaby tidak baik baik saja, dan kami juga pasti akan menjaga nya namun, ada kalanya kami juga ingin diprioritaskan." Setelah mentakan hal itu, Arka ikut keluar dari dalam mobil. Komplek sekolah mereka begitu dekat karena memang dalam lingkup satu yayasan.      

Dari tingkat dasar hingga menengah atas semuanya, bisa bersekolah dalam satu lingkungan, Daffa terdiam pria itu terkejut dengan apa yang diucapkan oleh anaknya. Arka bukan tipe yang banyak ngomong tapi sekali berbicara maka seperti itulah dirinya. "Apa aku dan Gina terlalu berlebih?" gumam Daffa dalam hati.      

Setelah itu Daffa lalu pergi meninggalkan halaman sekolah, setelah pulang dari kantor dirinya harus membahas hal tersebut dengan istri nya nanti.      

***      

Gaby segera berjalan menuju kelasnya namun, sebelum itu diri nya mampir ke kelas Dhira. Kelas kedua nya tidak begitu jauh hanya berbeda satu kelas dari kelasnya.     

"Dhira … kakak lo nyariin," teriak Bagas. Dhira yang sedang fokus dengan handphone nya langsung menegakkan kepala dan menatap ke arah Bagas. Gadis itu tersenyum, lalu berjalan menuju pintu dimana sang kakak ada. "Kak!!" panggil Dhira.      

"Maaf ya dek." Ucapan tersebut yang dilontarkan oleh Gaby, gadis cantik itu tahu kenapa sang adik bersikap seperti itu, jika dirinya berada di posisi Dhira Gaby juga pasti akan berlaku sama. "Maaf kenapa kak? Kakak tidak salah sama Dhira!" ucap Dhira.      

"Maaf sudah selalu merepotkan kamu," ujar Gaby. Dhira menggelengkan kepalanya, "Tidak ada yang direpotkan, aku Dhira akan selalu ada untuk kakak."     

Setelah itu, Gaby pamit untuk masuk ke dalam kelasnya sedangkan Dhira hanya menatap ke arah Gaby sampai gadis itu masuk ke dalam kelas. "Aku hanya kecewa dengan keadaan kakak, bukan dengan kamu," gumam Dhira di dalam hati. Dhira lalu masuk ke dalam kelas, dan menuju ke tempat duduknya.      

Seorang pria sejak tadi menatap ke arah Dhira, pria dingin dan tidak pernah tersentuh hanya berbicara sedikit dan seperlunya saja, bahkan sering kali membuat seisi kelas menjadi kesal karena sikap nya yang selalu membuat orang lain naik darah.      

"Kamu kenapa Ra? Kok diam aja dari tadi?" tanya Mira. Dhira yang masih fokus dengan handphonenya lalu mengangkat kepalanya dan tersenyum ke arah Mira. "Nggak apa Mir," jawab Dhira. Namun, mendengar hal itu membuat Mira tidak yakin, karena gadis  itu sangat mengenal Dhira sejak lama. Keduanya sudah berteman dari kecil bahkan selalu sekolah di tempat yang sama. Mira terus bertanya kepada Dhira mengenai dirinya saat ini namun, jawaban yang diberikan oleh Dhira selalu saja sama hingga mata Dhira bertemu dengan sosok pria yang selalu dirinya hindari.      

Pria itu bernama Arsen pria yang begitu dingin bahkan sangat jarang berbicara tatapan keduanya saling bertemu terlihat dengan sangat jelas dari tatapan mereka tersembunyi sesuatu hal yang begitu berat Dira lalu memalingkan wajahnya wanita itu tidak mampu melihat raut wajah yang ditampilkan oleh Arsen.      

Tak lama kelas yang awalnya berisik seketika langsung terdiam ketika guru biologi masuk ke dalam kelas, pembelajaran hari ini mulai berjalan dengan lancar seperti sebelumnya. Dhira yang terkenal dengan kepintarannya selalu saja di puji oleh setiap orang, apalagi gadis itu terlihat humble di mata orang lain.      

Detik berubah menjadi menit, lalu menit berubah menjadi jam hingga bel istirahat berbunyi segera saja semua siswa di dalam kelas itu keluar. Begitu juga dengan Dhira, gadis itu langsung menuju ke kelas kakak nya. Di mana diri nya harus selalu berada di samping sang kakak.      

"Kamu mau ke kelas 11 IPA 3 lagi Ra? tanya Diandra. Dhira tersenyum lalu menganggukkan kepala nya, ketiga teman Dhira hanya bisa menghela nafasnya berat, mereka sebenarnya sudah jengah melihat Dhira yang selalu mengutamakan Gaby. "Sehari aja kamu nggak bisa Ra lepas dari dia?" Dhira terdiam menatap ke arah Ayu, gadis itu bingung harus menjawab apa. "Iya kamu sehari aja dong Ra, nggak usah mengutamakan dia. Aku tahu dia kakak kamu, hanya saja please perhatikan juga perasaan kamu Ra," balas Mira.      

Dhira terdiam, gadis itu menarik nafasnya panjang. "Aku nggak tahu," ucap Dhira. Hanya tiga kata namun, tersirat dengan sangat jelas bahwa gadis itu juga lelah dengan keadaan yang ada dan ketiga teman nya juga bisa merasakan hal itu. "Udah kalau kamu nggak tahu, coba sekali sekali kamu nolak apa yang diperintahkan kedua orang tua kamu. Kamu juga butuh kebebasan Ra, sejak SD kamu selalu ada di dekat dia. Aku tahu dia sakit tapi nggak juga harus seperti ini, kamu juga punya kehidupan sendiri. Sudah cukup kamu selalu mengalah dan mengutamakan dia Ra," ucap Diandra. Gadis itu sudah sangat lelah, dengan apa yang selalu dilakukan oleh Dhira. Gadis itu selalu mengutamakan orang lain, sedangkan perasaan dan hatinya sendiri sedang tidak baik baik saja.      

Tanpa mereka sadari, gadis yang menjadi bahan pembicaraan mereka berdiri di depan pintu. Gaby terdiam, gadis itu ingin bertemu dan mengajak sang adik untuk pergi bersama diri nya ingin menghibur Dhira namun, Gaby mengurungkan niatnya ketika mendengar ucapan tersebut. Dada Gaby bergemuruh, gadis itu tidak menyangka jika adik nya tersiksa dengan apa yang terjadi. Salahkah diri nya dengan semua hal yang terjadi, membayangkan hal itu membuat Gaby lalu pergi meninggalkan kelas tersebut sambil menahan air mata yang sudah akan siap mengalir.      

Di lain tempat Daffa terdiam di ruangannya pria itu terus memikirkan apa yang diucapkan oleh sang anak ucapan yang disebutkan oleh Arka tadi pagi benar benar mengusik pikiran Daffa, bayangan dirinya memperlakukan Gaby dan juga Dhira membuat Daffa sulit menemukan celah pria itu tidak pernah bertindak sejauh apapun keduanya diperlakukan dengan sama tidak ada yang lebih dan kurang sedikitpun namun, melihat sikap yang dilakukan oleh Dhira serta ucapan yang dilontarkan oleh Arka membuat Dafa kembali berpikir akan apa yang dirinya lakukan selama ini terhadap kedua putrinya.      

"Mikiran apa sih kapt?" tanya Gilang. Pria itu baru saja masuk ke dalam ruangan, Daffa memberikan beberapa laporan yang harus di berikan kepada Kaptennya itu. Terlihat dari raut wajah Daffa jika saat ini, pria itu sedang tidak baik baik saja. Daffa lalu menatap ke arah Gilang lalu menggelengkan kepala nya. "Mana laporan yang gue minta? Bagaimana dengan acara bakti sosial yang akan di adakan oleh para istri prajurit?" tanya Daffa.      

"Semua sudah beres kok. Kita tinggal mengamankan saja. Terus juga, ini ada beberapa bantuan yang harus dibawa menuju tempat pengungsian," ujar Gilang. Daffa menganggukkan kepalanya, beberapa waktu lalu terjadi kebanjiran yang cukup besar di daerah barat dan hal itu menimbulkan banyak korban yang harus dievaluasi dan diberikan bantuan untuk bertahan hidup. Itulah sebab nya Daffa dan beberapa anggota lainnya sangat sibuk dengan hal tersebut, bahkan Daffa juga ikut turun langsung dalam kegiatan tersebut.      

***      

Saat ini Dhira belum pulang ke rumah nya gadis itu meminta izin dengan sang Buna untuk pergi ke suatu tempat. Saat mobil jemputan datang, Dhira juga pamit dengan sang kakak untuk tidak pulang bersama. Gaby ingin ikut kemana Dhira pergi gadis itu takut jika adik nya melakukan sesuatu hal yang tidak baik namun, setelah penjelasan panjang akhir nya Gaby mengizinkan Dhira untuk pergi seorang diri, dan di sini lah dia bermain dengan beberapa anak jalanan.      

Hal positif yang sering dilakukan oleh Dhira, bahkan gadis itu selalu menyisihkan beberapa uang tabungannya untuk bisa membantu mereka semua yang membutuhkan, bagi Dhira orang orang seperti ini sangat perlu diperjuangkan dan hak itu juga yang membuat Dhira tidak pernah menolak mengutamakan sang kakak dibandingkan perasaan diri nya sendiri.      

"Kak Dhira kenapa ngelamun aja?" tanya anak kecil tersebut. Dhira kaget, gadis itu lalu menatap ke arah samping. "Ada apa Yusuf?" tanya Dhira.      

"Kenapa Yusuf yang ditanya? Kak Dhira ya kenapa? Dari tadi melamun aja. Kakak lagi ada masalah?" tanya Yusuf kembali. Anak laki laki yang berusia 10 tahun ini begitu dewasa, padahal di usia seperti itu biasa nya anak anak seusia dengan diri nya tidak ada yang memiliki pemikiran yang begitu berat namun, berbeda dengan Yusuf. Keadaan lingkungan yang membuatnya harus bisa seperti itu, dan bertahan hidup di tengah tengah himpitan ekonomi.      

"Kakak nggak apa apa, kamu kenapa nggak mau dek? Sana makan dulu sama teman teman kamu," ujar Dhira. Yusuf menggelengkan kepala nya, anak kecil itu lalu duduk di samping Dhira. "Mau di sini aja, samping kakak." Dhira tersenyum, ketika wanita itu sedang bersedih maka berinteraksi dengan mereka adalah jalan terbaik. Anak anak itu, selalu bisa membuat Dhira tersenyum walaupun hanya dengan tingkah laku yang begitu lucu.      

Hari semakin sore di ra lalu pamit dengan anak anak tersebut gadis itu lalu berjalan menuju taman Kota dirinya belum berniat untuk pulang Dhira lalu duduk di salah satu bangku taman. Gadis itu menghela nafas dengan panjang pikirannya selalu tertuju dengan kejadian seminggu yang lalu di mana dirinya harus kembali meredam perasaan yang selama ini tumbuh.      

Setelah pulang dari tempat tersebut Dhira akan selalu duduk menunggu matahari terbenam gadis itu sangat menyukai senja bagi Dhira melihat senja adalah sesuatu hal yang menenangkan dirinya akan menanti kapan waktu itu tiba senja memang singkat tapi keindahan dan kebahagiaan yang terpancar ketika dirinya terbit adalah sesuatu hal yang menurut Dhira begitu indah.     

Dengan melihat senja perasaan Dira menjadi begitu tenang langit yang berwarna orange merupakan suatu keajaiban dan juga suatu hal yang begitu nikmat untuk di saksikan.      

"Masih aja suka sama senja?" tanya seseorang. Mendengar pertanyaan tersebut membuat Dhira menoleh ke arah suara, wanita itu hanya menatap sekilas lalu kembali mengarahkan matanya ke arah depan dimana matahari yang akan sebentar lagi terbenam. Orang tersebut lalu duduk disamping dirah aroma mint tercium dengan begitu indah masuk ke dalam hidung Dhira aroma yang begitu khas, Dhira selalu tenang jika pria itu ada di sampingnya. Begitu juga dengan seorang tersebut namun, seminggu ini ini sikap Dhira berubah gadis itu semakin menjauh dan hal itu menimbulkan banyak pertanyaan.      

"Apa yang kamu coba tutupi dari aku? Kenapa kamu menolak permintaan aku? Ada apa?" tanyanya. Pertanyaan yang selalu di dengar selama satu minggu ini, gadis itu tidak pernah memberikan jawaban yang memuaskan sehingga seseorang tersebut selalu saja bertanya setiap saat, dan hal itu itu membuat Dhira hanya bisa terdiam kembali tanpa tahu harus berbuat seperti apa. Dhira bingung dengan apa yang harus dilakukan gadis itu tidak mengerti harus seperti apa tindakan yang diambil di satu sisi dirinya tidak ingin menyakiti orang lain di sisi lain dirinya juga tidak ingin menyakiti dirinya sendiri sudah banyak hal yang dilakukan Dhira. "Tidak ada Sen, sudah selalu aku katakan. Aku tidak mau pacaran dulu," ucap Dhira.      

"Oke baik aku terima alasan itu tapi kenapa kamu juga tidak mau dekat dengan aku ada apa sebelumnya Kamu biasa saja tidak pernah membatasi semua hal interaksi yang kita lakukan aku selalu boleh untuk mengikuti semua kegiatan kamu tapi akhir-akhir ini kamu tidak pernah mengizinkan aku untuk bergabung kembali ada apa, apa yang membuat kamu berubah beritahu aku sehingga aku bisa memperbaikinya."      

Mendengar hal itu Dhira kembali menutup matanya gadis itu mencoba menahan rasa sesak didalam dadanya seminggu yang lalu Dhira mengetahui bahwa kakaknya Gaby menyimpan sebuah rasa kepada arsen dan hal itu yang membuat Dira kembali harus melukai dirinya. Gaby Begitu semangat untuk sembuh hanya karena ingin dirinya dilihat oleh arsen, dan yang menjadi semangat Gaby untuk melakukan semua hal adalah pria tersebut. Sebagai seorang adik dan juga perempuan tidak mungkin Dhira menyakiti perasaan kakaknya tersebut, gadis itu sangat mengerti rasanya sakit rasanya kecewa sehingga dirinya tidak ingin jika sang kakak juga merasakan hal yang sama karena itulah Dhira mencoba menjaga jarak dengan Arsen sehingga perasaan tersebut bisa mati.      

"Aku harus pergi," ucap Dhira. Gadis itu lalu beranjak dari tempat duduknya, arsen hanya bisa menatapnya dalam diam selalu saja Dhira bersikap seperti ini dan hal itu semakin membuat arsen yakin jika ada sesuatu hal yang terjadi pria itu menatap Dhira yang saat ini ini sudah naik ke dalam salah satu angkutan umum sikap dan juga tingkah laku Dhira yang begitu sederhana membuat arsen begitu menyukai Dhira.      

***      

Ketika sampai di depan rumahnya Dhira kaget saat melihat sang Buna sudah menangis histeris dan Gaby digendong menuju ke dalam mobil segera saja Dhira mendekati mobil tersebut.      

"Buna kenapa? Kak Gaby ada apa?" tanya Dhira. Gina langsung menatap begitu tajam ke arah anaknya tersebut hingga sebuah tamparan mendarat di pipi Dira.      

Plak!!      

"Kamu kemana saja hah? Kakak kamu menunggu kamu sejak tadi, sampai dirinya jatuh pingsan karena kelelahan. Sudah berapa kali Buna bilang, untuk kamu selalu menjaga Gaby. Lihat sekarang diri nya pingsan," ucap Gina. Wanita itu lalu masuk ke dalam mobil, wanita itu tidak menghiraukan apa yang sudah dirinya lakukan terhadap anaknya itu. Sedangkan Dhira hanya terdiam di tempat nya, gadis itu menahan rasa sesak di dalam dadanya.      

Untuk pertama kalinya, Gina menampar sang anak dan hal itu benar benar membuat Dhira begitu kecewa. Gadis itu langsung berlari menuju ke dalam kamar nya, Dhira mengunci pintu kamar tersebut dan air mata yang diri nya coba untuk tahan akhir nya jatuh dengan begitu sempurna. Dhira menangis di dalam kamarnya, menumpahkan semua hal yang ada dirinya tidak mengetahui apa kesalahan yang diperbuat hingga membuat sang Buna begitu mudah mendaratkan sebuah tamparan.      

Arka yang melihat kejadian itu, tidak menyangka hal itu bisa terjadi. Anak laki laki itu, hanya terdiam hanya karena perbuatan orang lain kakak nya harus menerima sesuatu hal yang tidak baik. Anak laki laki itu, segera berjalan masuk dan pergi menuju kamar kakak nya.      

"Kak … kakak Dhira? Kakak di dalam kamar? Buka pintunya kak," ujar Arka. Namun, tidak ada jawaban dari dalam. Dhira terus mengeluarkan air mata nya, sungguh dirinya begitu kecewa dengan dirinya sendiri. Karena dia yang pergi dan tidak bersama dengan sang kakak, hingga membuat Gaby jatuh pingsan.      

"Kamu bodoh Dhira, bodoh kenapa kamu tidak pulang saja. Kenapa kamu malahan pergi ke tempat itu, lihat sekarang kakak kamu menderita, karena ulah kamu sendiri," ucap Dhira. Gadis itu terus menyalahkan dirinya sendiri. Menangis menumpahkan semua hal yang ada di dalam hatinya.      

##     

Selamat Membaca dan Terima Kasih.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.